Selasa, 30 Oktober 2012

Ranah Budaya (Tari Gendhing Sriwijaya)

Sudah lama rasanya gak nge-blog. Nah, sekarang saya mau sedikit mengupas tentang hobi dan salah satu aktifitas saya. Yaps, nari.
Dulu jaman masih SD seringnya nari modern. Tiap tahun pasti tampil di acara perayaan kemerdekaan bulan Agustus. Setelah masuk SMP, dunia tari sudah jauh saya tinggalin. Apalagi pas SMA. :D

Dan kemudian, di bangku kuliah dapat kesempatan emas buat belajar tari tradisional. Tepatnya pada awal semester 3, saya mendaftar unit kegiatan mahasiswa bidang budaya yang namanya MUSI ITB. Tau gak sih MUSI itu apa? Nama sungai di Palembang kan yah? Bisa disimpulin MUSI ini ngebawa budaya dari Palembang. Tapi, secara formal, budaya yang dibawa MUSI ITB ini adalah budaya Sumatera Selatan. Sumsel sendiri adalah pusat kerajaan Sriwijaya dalam sejarah. Jadi, sudah tentu adat budaya yang ada di Sumsel adalah peninggalan dari jaman Kerajaan Sriwijaya, meski tidak secara keseluruhan :)

Sekarang kita bahas tentang tariannya. Tarian pertama yang saya pelajari adalah Tari Gendhing Sriwijaya. Saya belajar Tari Gendhing Sriwijaya sekitar 2 minggu. Tariannya sangat gemulai dan temponya lebih lambat daripada Tari Jawa. Tarian ini melambangkan bentuk penyambutan bagi tamu agung kerajaan seperti Raja dari kerajaan lain pada jaman dahulu. Untuk sekarang juga bisa ditampilkan untuk menyambut Presiden atau Duta besar negara lain (intinya menyambut pemegang tampuk pemerintahan).


Pakaian yang digunakan saat menari adalah pakaian adat Sumatera Selatan lengkap. Pakaian adat Sumsel sendiri ada dua macam, Aesan Gedhe dan Aesan Pasangkoh. Bedanya adalah, Aesan Pasangkoh menggunakan baju kurung yang tertutup sementara Aesan Gedhe tidak. Pernak pernik yang digunakan tidak sedikit dan semuanya berwarna keemasan. Di bagian kepala ada bunga rampai, sanggul, dan mahkota dewa matahari (sumpah saya suka banget sama mahkotanya :D). Di bagian leher, ada kalung Tigo Susun, yang sesuai namanya kalung ini terdiri dari tiga susun. Di bagian lengan atas digunakan Cucuk Elang, sementara itu di bagian lengan bawah dan pergelangan tangan digunakan dua macam gelang yang berbeda. Sementara di bagian pinggang dipasang ikat pinggang Nago, yaitu ikat pinggang yang berukiran naga.
Untuk Aesan, baik Aesan Gedhe maupun Aesan Pasangkoh semuanya menggunakan songket khususnya songket asli Sumsel :). Songket ini jenis tekstil favorit kedua saya setelah batik tentunya, hehe. Aksesoris terakhir dan paling pentinga adalah kuku emas palsu alias Tanggai. Kuku palsu ini sangatlah penting maknanya karena menunjukkan kelentikan sang putri-putri kerajaan dalam mempersembahkan penyambutan untuk tamu negara.


Selanjutnya, yang akan saya bahas adalah lagu yang digunakan untuk mengiringi tarian ini. Untuk tari Gendhing, lagu yang digunakan juga lagu Gendhing Sriwijaya. Pada penampilan formal, lagu ini dibawakan secara live  oleh seorang penyanyi wanita diiringi dengan tabuhan alat musik tradisional Sumsel tentunya.
Lirik lagunyakurang lebih seperti ini (sedikit hafal karena sering dengerin waktu nari :D)

Di kala ku merindukan keluhuran dulu kala
Kutembangkan nyanyian lagu Gending Sriwijaya
Dalam seni kunikmati lagi zaman bahagia
Kuciptakan kembali dari kandungan Sang Maha Kala
Sriwijaya dengan Asrama Agung Sang Maha Guru
Tutur sabda Dharmapala sakya Khirti dharma khirti
Berkumandang dari puncaknya Siguntang Maha Meru
Menaburkan tuntunan suci Gautama Buddha sakti.


Borobudur candi pusaka di zaman Sriwijaya
Saksi luhur berdiri teguh kokoh sepanjang masa
Memahsyurkan Indonesia di daratan se-Asia
Melambangkan keagungan sejarah Nusa dan Bangsa
Taman Sari berjenjangkan emas perlak Sri Kesitra
Dengan kalam pualam bagai di Sorga Indralaya
Taman puji keturunan Maharaja Syailendra
Mendengarkan iramanya lagu Gending Sriwijaya
(Aransemen : Aning K Asmoro dan Addie MS)

sumber : wikipedia.com


Nah, setelah sedikit baca liriknya bisa kita simpulin lagu ini semacam menceritakan secuil sejarah peradaban di jaman Kerajaan Sriwijaya (negara nusantara pertama). Secara pribadi, saya kagum dengan peradaban mereka yang terkenal hingga mancanegara. Sekarang, tugas kita cukup menjaga dan melestarikan budaya peninggalan mereka, mencintainya, dan menunjukkannya pada dunia sebelum diklaim bangsa lain. 

Akhir cerita, saya bagi-bagi beberapa dokumentasi penampilan Tari Gendhing Sriwijaya oleh MUSI ITB. Enjoy :)