Pengertian Dysmenorrhea
Nyeri haid atau Dysmenorrhea
mungkin merupakan suatu gejala yang paling sering menyebabkan
wanita-wanita muda pergi ke dokter untuk konsultasi dan pengobatan,
karena gangguan ini sifatnya subyektif, berat atau intensitasnya sukar
dinilai
Istilah dysmenorrhea
atau nyeri haid hanya dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya,
sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaannya
untuk beberapa jam atau beberapa hari (Simanjuntak, 1997). Ada 2 jenis dysmenorrhea, yaitu dysmenorrhea primer dan dysmenorrhea sekunder. Pembagian dismenorea sebagai berikut : pertama dysmenorrhea
primer atau esensial, intrinsik, idiopatik, yang pada jenis ini tidak
ditemukan atau didapati adanya kelainan ginekologik yang nyata; yang
kedua dismenorea sekunder atau ekstrinsik, yaitu rasa nyerinya
disebabkan karena adanya kelainan pada daerah pelvis, misalnya
endometriosis, mioma uteri, stenosis serviks, malposisi uterus atau
adanya IUD. menstruasi yang menimbulkan rasa nyeri pada remaja hampir
semuanya disebabkan dysmenorrhea primer. Dysmenorrhea primer disebabkan karena gangguan keseimbangan fungsional, bukan karena penyakit organik pelvis, sedangkan dysmenorrhea sekunder berhubungan dengan kelainan organik di pelvis yang terjadi pada masa remaja.
Klasifikasi dysmenorrhea
1) Dysmenorrhea primer
a. Definisi
Dysmenorrhea
primer adalah nyeri menstruasi yang terjadi tanpa adanya kelainan
ginekologik yang nyata. Dismenorea primer terjadi beberapa waktu setelah
menarke, biasanya sesudah menarke, umumnya sesudah 12 bulan atau lebih,
oleh karena siklus-siklus menstruasi pada bulan-bulan pertama setelah
menarke biasanya bersifat anovulatoir yang tidak disertai nyeri. Rasa
nyeri timbul sebelum atau bersama-sama dengan menstruasi dan berlangsung
untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung
sampai beberapa hari. Sifat rasa nyeri ialah kejang yang
berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat
merambat ke daerah pinggang dan paha. Rasa nyeri dapat disertai rasa
mual, muntah, sakit kepala, diare (Hanafiah, 1997).
b. Etiologi dysmenorrhea primer
Banyak teori yang telah dikemukakan untuk menerangkan penyebab dysmenorrhea primer. Menurut Hanafiah (1997), beberapa faktor berikut ini memegang peranan penting sebagai penyebab dysmenorrhea primer, antara lain:
o Faktor kejiwaan
Gadis-gadis
remaja yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak
mendapat penerangan yang baik tentang proses menstruasi, maka mudah
untuk timbul dysmenorrhea primer. Faktor ini, bersama-sama dismenorea merupakan kandidat terbesar untuk menimbulkan gangguan insomnia.
o Faktor konstitusi
Faktor
ini erat hubungannya dengan faktor kejiwaan yang dapat juga menurunkan
ketahanan terhadap nyeri, faktor-faktor ini adalah anemia, penyakit
menahun, dan sebagainya.
o Faktor obstruksi kanalis servikalis
Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya dismenorea primer adalah karena terjadinya stenosis kanalis servikalis.
Akan tetapi sekarang tidak lagi dianggap sebagai faktor penting sebagai
penyebab dismenorea primer, karena banyak wanita menderita dismenorea
primer tanpa stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam hiperantefleksi, begitu juga sebaliknya. Mioma submukosum
bertangkai atau polip endometrium dapat menyebabkan dismenorea karena
otot-otot uterus berkontraksi kuat untuk mengeluarkan kelainan tersebut.
o Faktor endokrin
Umumnya
ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada dismenorea primer
disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Hal ini disebabkan
karena endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostaglandin F2 alfa
yang menyebabkan kontraksi otot-otot polos. Jika jumlah prostaglandin F2
alfa berlebih dilepaskan dalam peredaran darah, maka selain dismenorea,
dijumpai pula efek umum, seperti diare, nausea, dan muntah.
o Faktor alergi
Teori ini dikemukakan setelah adanya asosiasi antara dysmenorrhea primer dengan urtikaria, migren atau asma bronkiale.
c. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya nyeri pada dysmenorrhea primer diterangkan sebagai berikut :
Bila
tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan mengalami regresi dan
hal ini akan mengakibatkan penurunan kadar progesteron. Penurunan ini
akan mengakibatkan labilisasi membran lisosom, sehingga mudah pecah dan
melepaskan enzim fosfolipase A2. Fosfolipase ini A2 akan
menghidrolisis senyawa fosfolipid yang ada di membran sel endometrium;
menghasilkan asam arakhidonat. Adanya asam arakhidonat bersama dengan
kerusakan endometrium akan merangsang kaskade asam arakhidonat yang akan
menghasilkan prostaglandin, antara lain PGE2 dan PGF2 alfa. Wanita
dengan dysmenorrhea primer didapatkan adanya peningkatan kadar
PGE dan PGF2 alfa di dalam darahnya, yang akan merangsang miometrium
dengan akibat terjadinya peningkatan kontraksi dan disritmi uterus.
Akibatnya akan terjadi penurunan aliran darah ke uterus dan ini akan
mengakibatkan iskemia. Prostaglandin sendiri dan endoperoksid juga
menyebabkan sensitisasi dan selanjutnya menurunkan ambang rasa sakit
pada ujung-ujung syaraf aferen nervus pelvicus terhadap rangsang fisik dan kimia (Sunaryo, 1989).
2) Dysmenorrhea sekunder
a. Definisi
Dysmenorrhea
sekunder dikaitkan dengan penyakit pelvis organik, seperti
endometriosis, penyakit radang pelvis, stenosis serviks, neoplasma
ovarium atau uterus dan polip uterus. IUD juga dapat merupakan penyebab
dismenorea ini. Dismenorea sekunder dapat disalahartikan sebagai
dismenore primer atau dapat rancu dengan komplikasi kehamilan dini,
terapi harus ditunjukkan untuk mengobati penyakit dasar (Bobak, 2004).
b. Pengobatan
Pengobatan
yang sering dipakai adalah golongan NSAID yaitu : aspirin, naproksen,
ibuprofen, indometasin, dan asam mefenamat. Obat-obatan ini sering kali
lebih efektif jika diminum sebelum timbul nyeri.
Karena
dismenorea jarang menyertai perdarahan tanpa ovulasi, maka pemberian
kontrasepsi oral untuk menekan ovulasi juga merupakan pengobatan yang
efektif.
Sumber : QittunBlog